Kerangka Keilmuan (Body of Knowledge)

Secara ontologis, ilmu bahasa mengkaji berbagai gejala bahasa dan tali temali bahasa dengan gejala lain. Bidang kajian ini dilandasi oleh konsep tentang hakikat bahasa yang secara konvensional meliputi tiga bagian, yaitu langue, langage, dan parole. Langue adalah keseluruhan kesan yang tersimpan dalam otak setiap orang serta merupakan perangkat konvensi yang kita terima dan siap pakai dari penutur terdahulu sehingga lahir sistem lambang tertentu, sehingga disadari atau tidak mengikat tindak bahasa setiap orang, misalnya bahasa Indonesia, Inggris, Jepang, Arab dan sebagainya. Langage merupakan gabungan antara parole dan kaidah bahasa. Parole adalah keseluruhan apa yang diujarkan seseorang secara kongkret, meliputi logat, ucapan, perkataan yang digunakan manusia dalam berkomunikasi, termasuk konstruksi individu dari bahasa.

Ilmu bahasa (Linguistik) tidak hanya mempelajari satu langue, tetapi juga tempat langue tersebut dalam khazanah language. Dalam setiap bahasa, ada ciri tertentu yang juga ditemukan dalam bahasa-bahasa lain. Karena itu, akan lebih baik jika seorang sarjana bahasa juga menguasai satu atau lebih bahasa selain bahasanya sendiri, agar bisa mengungkap ciri yang sama maupun yang berbeda antara satu langue dengan langue yang lain, menuju penemuan kaidah-kaidah umum langage. Secara sederhana, ada lima wujud gejala langage yang selanjutnya disebut dengan mikro linguistik, yaitu:

  1. Bunyi (Speech Sound, Phone). Bunyi yang dipresentasikan dalam bentuk huruf. Gejala ini dipelajari oleh cabang kajian fonetik atau fonologi (Phonetics / Phonology);
  2. Morfem (Morpheme) dan kata (Words). Serba-serbi kata dipelajari oleh morfologi (Morphology), perbendaharaan kata ini dipelajari oleh leksikologi (Lexicology), sedangkan kata sebagai tanda dikaji oleh semiotika (Semiotics) atau semiologi;
  3. Kelompok kata yang berupa frasa (Phrase) maupun kalimat (Sentence). Gejala ini oleh cabang ilmu kajian sintaksis (Syntax);
  4. Makna (Meaning). Gejala bahasa ini dipelajari oleh cabang kajian semantika (Semantics);
  5. Percakapan dan/atau wacana (Conversation and/or Discourse). Gejala ini dipelajari baik oleh cabang kajian pragmatika
    (Pragmatics), hermeneutika (Hermeneutics), analisis isi (Content Analysis), maupun analisis wacana (Discourse Analysis).

Bahasa juga bisa dikaitkan dengan gejala khas manusia yang lain. Gejala ini akan melahirkan kajian lintas disiplin (Interdisciplinary Study) yang masuk dalam wilayah kajian makro linguistik, seperti hubungan antara bahasa dan masyarakat yang melahirkan kajian sosiolinguistik (Sociolinguistics) dan sosiologi bahasa (Sociology of Language); hubungan bahasa dengan jiwa yang melahirkan disiplin ilmu psikolinguistik (Psycholinguistics); hubungan bahasa dengan bidang-bidang seperti pendidikan, penerjemahan, jurnalistik, kepariwisataan, dan lainnya yang melahirkan bidang kajian linguistik terapan (Applied Linguistics); hubungan bahasa dengan antropologi yang melahirkan ilmu antropolinguistik (Anthtropolinguistics); hubungan bahasa dengan ilmu neurologi yang dikaji oleh neurolinguistik (Neurolinguistics); dan lain-lain. Wilayah kajian makro linguistik memang sangat luas, namun yang masuk dalam kurikulum Program Studi biasanya terbatas pada beberapa cabang saja seperti Psycholinguistics dan Sociolinguistics. Meski demikian, Program Studi memberi peluang yang seluas-luasnya kepada seluruh civitas akademika untuk mengkaji cabang-cabang ilmu bahasa yang lain baik dalam bentuk penelitian atau penulisan tugas akhir.

Sementara itu, sastra (Literature) adalah segala jenis karangan yang berisi dunia khayalan manusia yang tidak begitu saja dihubung-hubungkan dengan kenyataan sehingga dunia yang diciptakan oleh sastrawan dalam puisi, novel, dan drama merupakan hasil khayalan yang harus dipisahkan dari dunia nyata, yakni dunia yang kita hayati sehari-hari. Berpijak dari hakikat sastra di atas, secara ontologis karya sastra bisa bernaskah bisa juga tidak bernaskah. Ada tiga bentuk utama karya sastra bernaskah yaitu: prosa (Prose), drama (Play), dan puisi (Poetry). Hasil kegiatan bersastra lisan atau tak bernaskah bisa berupa cerita rakyat, manteramantera, lagu rakyat dan teater traditional.

Ruang lingkup kajian ilmu sastra meliputi komponen komunikasi dalam sastra dan cabang ilmu sastra. Komponen komunikasi dalam sastra dianggap sebagai bagian dari sistem komprehensif komunikasi verbal masyarakat. Proses global komunikasi sastra dibagi menjadi empat komponen, yaitu: produksi teks, teks, transmisi teks dan resepsi teks. Secara terpisah keempat kompenen itu dapat dijadikan sebagai ruang lingkup kajian sastra. Wilayah kajian dalam produksi teks meliputi: aktifitas pengarang, aktifitas produser, biografi pengarang. Adapun wilayah kajian teks meliputi: interpretasi teks baik berupa drama, prosa dan puisi. Wilayah kajian transmisi teks meliputi: sosiologi sastra yang mengkaji tentang distribusi teks melalui editor, penerbit, dan toko buku sehingga teks itu sampai kepada pembaca, dan nilai yang diusung oleh karya sastra. Wilayah kajian yang terakhir adalah resepsi teks yang mengkaji tentang reaksi pembaca terhadap karya sastra yang ada.

Sementara itu, dilihat dari perspektif cabang ilmu, karya sastra dapat dikaji melalui tiga aspek, yaitu bentuk, waktu, dan konsep. Dari segi bentuk, karya sastra terbagi menjadi prosa, drama, dan puisi. Prosa terbagi menjadi dua kelompok besar: non-fiksi dan fiksi. Karya non-fiksi adalah karya yang mengungkapkan kenyataan dan teori (misalnya: buku harian, surat, jurnal, biografi, otobiografi, dan esai). Sedangkan karya fiksi adalah karya sastra yang bersifat naratif yang menciptakan realita imajinasi (an imaginary reality) dalam bentuk cerita yang diekspresikan dalam rangkaian kalimat dan paragraf tanpa adanya dasar ritem yang kuat. Drama adalah cerita yang diekspresikan dengan menggunakan tokoh, tindakan, dan dialog. Puisi adalah karya sastra yang diekspresikan dengan menggunakan bahasa yang singkat, padat, dan tidak kita pakai dalam komunikasi sehari-hari. Dari segi waktu, karya sastra bisa dilihat dari masa klasik, peralihan dan modern. Periodisasi tersebut terdapat pada karya sastra Inggris dan Amerika. Sedangkan dari segi konsep, karya sastra dibedakan dalam beberapa aliran, seperti romantisme, realisme, dan lain-lain.

Secara epistemologi, ilmu bahasa dapat dikaji melalui beragam pilihan pendekatan (Approach), metode (Method), dan teknik (Technique) ataupun cara dan piranti (Ways and Instruments). Namun terlebih dahulu perlu diungkapkan cara pandang yang digunakan dalam mengkaji bahasa, yag lazim disebut sebagai paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan, tujuan dan sifat dasar bahan kajian. Dalam sejumlah paradigma akan terkandung sejumlah pendekatan, dalam satu pendekatan terkandung sejumlah metode, dalam satu metode terkandung sejumlah teknik, sedangkan dalam teknik terkandung sejumlah cara dan piranti. Dalam ilmu bahasa, terdapat tiga paradigma utama yang biasa digunakan, yaitu positivistik (kuantitatif), interpretif (kualitatif), dan reflektif (kritik). Adapun untuk karya sastra biasanya dapat dikaji dengan beberapa yang lebih beragam, seperti pendekatan historis, pendekatan formal, pendekatan sosio-kultural, pendekatan psikologis, dan lain-lain.

Secara aksiologis, ilmu bahasa dan sastra dapat dikembalikan pada dua pertanyaan besar, yaitu kenapa kita belajar ilmu bahasa dan sastra dan apa kontribusi ilmu bahasa dan sastra bagi perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam serta aspekaspek kemanusiaan. Untuk menjawab pertanyaan pertama, kita berangkat dari sebuah ilustrasi bahwa bahasa dan sastra adalah cermin, refleksi budaya, dan peradaban. Kandungan setiap budaya terungkap dalam bahasanya. Tidak ada materi bahasa dan sastra, baik isi maupun bentuk yang tidak dirasakan sebagai perlambangan makna yang dikehendaki tanpa memedulikan sikap apapun yang ditunjukkan oleh budaya lain. Tidak dapat disangkal bahwa pengalaman budaya yang baru sering dirasa penting untuk memperluas sumber-sumber acuan suatu bahasa dan karya sastra.

Bahasa dan sastra merupakan lambang yang sempurna dari pengalaman manusia. Dalam konteks perilaku yang sebenarnya bahasa dan karya sastra tidak dapat dipisahkan dari tindakan. Bahasa dan karya sastra juga merupakan wahana ungkapan yang nuansanya sangat halus itu merupakan fakta psikologis. Bahasa dan karya sastra merupakan salah satu bentuk perilaku sosial yang merupakan susunan dari aspek-aspek perilaku individu yang mengacu pada pola-pola budaya yang konteks idealnya tidak terletak pada kesinambungan perilaku biologis yang terikat oleh dimensi ruang dan waktu, melainkan terletak pada urutan peristiwa yang mempunyai nilai sejarah yang dikaitkan dengan perilaku yang sesungguhnya atas prinsip-prinsip seleksi.

Dari ilustrasi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan mempelajari atau mengkaji ilmu bahasa dan sastra kita bisa memperoleh alat untuk mengapresiasi, mengkritisi, dan mengembangkan kebudayaan yang tercermin dalam bentuk penggunaan bahasa dan karya sastra. Secara riil, manfaat dari mempelajari dan mengkaji ilmu bahasa dan karya sastra bisa dilihat pada poin-poin berikut ini: (1) Meningkatkan kepekaan sosial; (2) Memperhalus akal budi manusia; (3) Meningkatkan cara berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar; dan (4) Mampu mengaplikasikan ilmu bahasa pada profesi terkait, seperti pengajaran bahasa, penerjemahan, pariwisata, perfilman, jurnalistik, dan diplomasi.

https://jdih.magetan.go.id/wp-content/slot-gacor/ https://jdih.magetan.go.id/wp-content/slot88/ https://jdih.magetan.go.id/wp-content/sbobet/ https://origin-aus-mvcapi.subway.com/ https://widgets-tm.wolterskluwer.com/ https://dev-prt-ja.fujifilm.com/ https://beast-am.kantar.com/